Kaum
muslimin berpuasa dengan harapan mendapatkan pahala. Namun, apakah orang
yang hanya melaksanakan puasa, tapi tak salat tarawih maupun lima waktu
mendapat pahala?
Drs H Fathurrrahman Azhari. Mhi menjelaskan, perlu dipilah dulu
apakah seseorang itu meninggalkan salat, karena mengingkari
kewajibannya, malas atau tidak sengaja, seperti tertidur atau lupa.
Para ulama sepakat, orang yang mengingkari salat tergolong murtad dan
kafir. Hadis Rasulullah SAW: Dari Jabir bin `Abdillah, Rasulullah SAW
bersabda: “(Pembatas) di antara seorang muslim dan syirik dan kafir
adalah meninggalkan salat.”( HR Muslim nomor 257)
Akan tetapi mereka berselisih pendapat terhadap orang yang
meninggalkan salat karena malas. Pendapat pertama: Orang yang
meninggalkan salat itu tidak dihukumkan sebagai kafir. Ini merupakan
pendapat Imam Malik, Imam asy-Syafi’i, dan salah satu pendapat Imam
Ahmad.
Pendapat kedua: Orang yang meninggalkan shalat karena malas adalah
fasiq (pelaku dosa besar) dan dia wajib dipenjara sehingga dia mau
menunaikan shalat. Ini merupakan pendapat mazhab Hanafi. (Al-Mawsu’ah
Al-Fiqhiyah Al Kuwaitiiah, 22/186- 187)
Sedangkan meninggalkan salat karena tidak sengaja, seperti tertidur
atau lupa, maka ia tidak termasuk fasiq. Sebagaimana sabda Rasulullah
SAW: “Diangkat dari ummatku dosa karena keliru, lupa dan sesuatu yang
dipaksakan kepadanya.” (HR Ibnu Hibban).
Dengan demikian, puasa orang kafir tidak sah. Sedang puasa orang
fasiq tetap sah, tetapi tidak dapat pahala. Sedang puasa orang yang
meninggalkan salat karena lupa atau tertidur, tetap sah dan dapat
pahala.
Bagi orang yang puasa tetapi tidak mendirikan salat tarawih, tidak
mempengaruhi terhadap puasanya. Soalnya salat tarawih hukumnya sunnah.
Namun ia tidak mendapat tambahan pahala yang diperoleh khusus di bulan
Ramadan saja.
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mendirikan shalat (qiyam)
Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah, niscaya
diampuni dosa yang telah lalu.” Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan
adalah salat tarawih dan ulama telah bersepakat bahwa shalat tarawih
hukum mustahab.
Dan beliau menyatakan pula tentang kesepakatan para ulama tentang
sunnah hukum salat tarawih ini dalam Syarh Shahih Muslim dan Al-Majmu’.
Ketika Al-Imam An-Nawawi menafsirkan qiyamu Ramadhan dengan salat
tarawih maka Al-Hafizh Ibnu Hajar memperjelas kembali tentang hal
tersebut: Maksud bahwa qiyamu Ramadhan dapat diperoleh dengan
melaksanakan shalat tarawih dan bukanlah yg dimaksud dengan qiyamu
Ramadhan hanya diperoleh dengan mendirikan shalat witir saja.