Kamis, 22 September 2011

Upacara Adat Istiadat Jawa Pada Perjalanan Manusia


UPACARA ADAT LAHIR
Upacara tingkepan disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh, sehingga upacara mitoni dilakukan pada saat usia kehamilan tujuh bulan, dan pada kehamilan pertama.
Dalam pelaksanaan upacara tingkepan, ibu yang sedang hamil tujuh bulan dimandikan dengan air kembang setaman, disertai dengan doa-doa khusus.
Tata Cara Pelaksanaan Upacara Tingkepan
Siraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna mohon doa restu, supaya suci lahir dan batin. Setelah upacara siraman selesai, air kendi tujuh mata air dipergunakan untuk mencuci muka, setelah air dalam kendi habis, kendi dipecah.
Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain (sarung) calon ibu oleh suami melalui perut sampai pecah, hal ini merupakan simbul harapan supaya bayi lahir dengan lancar, tanpa suatu halangan.
Berganti Nyamping sebanyak tujuh kali secara bergantian, disertai kain putih. Kain putih sebagai dasar pakaian pertama, yang melambangkan bahwa bayi yang akan dilahirkan adalah suci, dan mendapatkan berkah dari Tuhan YME. Diiringi dengan pertanyaan sudah “pantas apa belum”, sampai ganti enam kali dijawab oleh ibu-ibu yang hadir “belum pantas.”
Sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan kain sederhana di jawab “pantes.”
Adapun nyamping yang dipakaikan secara urut dan bergantian berjumlah tujuh dan diakhiri dengan motif yang paling sederhana sebagai berikut : – Sidoluhur – Sidomukti – Truntum – Wahyu Tumurun – Udan Riris – Sido Asih – Lasem sebagai Kain – Dringin sebagai Kemben
.
Makna nyamping yang biasa dipakai secara berganti-ganti pada upacara mitoni mempunyai beberapa pilihan motif yang semuanya dapat dimaknai secara baik antara lain sebagai berikut :
·         Wahyu Tumurun
Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu mendapat. Petunjuk dan perlindungan dari Nya
·         Sido Asih
Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih
·         Sidomukti.
Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya.
·         Truntum
Maknanya agar keluhuran budi orangtuanya menurun (tumaruntum) pada sang bayi.
·         Sidoluhur
Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur.
·         Parangkusumo
Maknanya agar anak memiliki kecerdasan bagai tajamnya parang dan memiliki ketangkasan bagai parang yang sedang dimainkan pesilat tangguh. Diharapkan dapat mikul dhuwur mendhem jero, artinya menjunjung harkat dan martabat orang tua serta mengharumkan nama baik keluarga.
·         Semen room
Maknanya agar anak memiliki rasa cinta kasih kepada sesama layaknya cinta kasih Rama dan Sinta pada rakyatnya.
·         Udan riris
Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya.
·         Cakar ayam
Maknanya agar anak pandai mencari rezeki bagai ayam yang mencari makan dengan cakarnya karena rasa tanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya, sehingga kebutuhan hidupnya tercukupi, syukur bisa kaya dan berlebihan.
·         Grompol
Maknanya semoga keluarga tetap bersatu, tidak bercerai-berai akibat ketidakharmonisan keuarga (nggrompol : berkumpul).
·         Lasem
Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak senantiasa bertakwa pada Tuhan YME.
 ·        Dringin
Bermotif garis horisontal, bermakna semoga anak dapat bergaul, bermasyarakat, dan berguna antar sesama.
Mori dipakai sebagai busana dasar sebelum berganti-ganti nyamping, dengan maksud bahwa segala perilaku calon ibu senantiasa dilambari dengan hati bersih.Jika suatu saat keluarga tersebut bahagia sejahtera dengan berbagai fasilitas atau kekayaan atau memiliki kedudukan maka hatinya tetap bersih tidak sombong atau congkak, serta senantiasa bertakwa kepada Tuhan YME.
Pemutusan Lawe atau janur kuning yang dilingkarkan di perut calon ibu, dilakukan calon ayah menggunakan keris Brojol yang ujungnya diberi rempah kunir, dengan maksud agar bayi dalam kandungan akan lahir dengan mudah.
Calon nenek dari pihak calon ibu, menggendong kelapa gading dengan ditemani oleh ibu besan. Sebelumnya kelapa gading diteroboskan dari atas ke dalam kain yang dipakai calon ibu lewat perut, terus ke bawah, diterima (ditampani) oleh calon nenek, maknanya agar bayi dapat lahir dengan mudah, tanpa kesulitan.
Calon ayah memecah kelapa, dengan memilih salah satu kelapa gading yang sudah digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Harjuna dan Wara Sembodro atau Srikandi.
Upacara memilih nasi kuning yang diletak di dalam takir sang suami. Setelah itu dilanjutkan dengan upacara jual dawet dan rujak, pembayaran dengan pecahan genting (kreweng), yang dibentuk bulat, seolah-olah seperti uang logam. Hasil penjualan dikumpulkan dalam kuali yang terbuat dari tanah liat. Kwali yang berisi uang kreweng dipecah di depan pintu. Maknanya agar anak yang dilahirkan banyak mendapat rejeki, dapat menghidupi keluarganya dan banyak amal.
Hidangan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan YME, yang disediakan dalam upacara Tingkepan antara lain :
  1. Tujuh Macam Bubur, termasuk bubur Procot.
  2. Tumpeng Kuat, maknanya bayi yang akan dilahirkan nanti sehat
    dan kuat, (Tumpeng dengan Urab-urab tanpa cabe, telur ayam rebus dan lauk yang dihias).
  3. Jajan Pasar, syaratnya harus beli di pasar (Kue,buah,makanan kecil)
  4. Rujak buah-buahan tujuh macam, dihidangkan sebaik-baiknya supaya rujaknya enak,bermakna anak yang dilahirkan menyenangkan dalam keluarga
  5. Dawet, supaya menyegarkan.
  6. Keleman Semacam umbi-umbian, sebanyak tujuh macam.
  7. Sajen Medikingan, dibuat untuk kelahiran setelah kelahiran anak pertama dan seterusnya, macamnya :
Nasi Kuning berbentuk kerucut
  • Enten-enten, yaitu kelapa yang telah diparut dicampur dengan gula kelapa dimasak sampai kering.
  • Nasi loyang, nasi kuning yang direndam dalam air,kemudian dikukus kembali dan diberi kelapa yang telah diparut.
  • Bubur procot yaitu tepung beras, santan secukupnya, gula kelapa dimasak secara utuh, dimasukkan ke dalam periuk untuk dimasak bersama-sama
KRONOLOGIS
a)      Waktu Pelaksanaan
Antara pukul 9.00 sampai dengan pukul 11.00 Calon ibu mandi dan cuci rambut yang bersih, mencerminkan kemauan yang suci dan bersih.
Kira-kira pukul 15.00-16.00, upacara tingkepan dapat dimulai, menurut kepercayaan pada jam-jam itulah bidadari turun mandi. undangan sebaiknya dicantumkan lebih awal pukul 14.30 WIB
b)     Hari Pelaksanaan
Biasanya dipilih hari Rabu atau hari Sabtu, tanggal 14 dan 15 tanggal jawa, menurut kepercayaan agar bayi yang dilahirkan memiliki cahaya yang bersinar, dan menjadi anak yang cerdas.
c)      Pelaksana yang menyirami/memandikan
Para Ibu yang jumlahnya tujuh orang, yang terdiri dari sesepuh terdekat. Upacara dipimpin oleh ibu yang sudah berpengalaman.
d)     Perlengkapan yang diperlukan :
Satu meja yang ditutup dengan kain putih bersih, Di atasnya ditutup lagi dengan bangun tolak, kain sindur, kain lurik, Yuyu sekandang, mayang mekak atau letrek, daun dadap srep, daun kluwih, daun alang-alang. Bahan bahan tersebut untuk lambaran waktu siraman.
Perlengkapan lainnya
  • Bokor di isi air tujuh mata air, dan kembang setaman untuk siraman.
  • Batok (tempurung) sebagai gayung siraman (Ciduk)
  • Boreh untuk mengosok badan penganti sabun.
  • Kendi dipergunakan untuk memandikan paling akhir.
  • Dua anduk kecil untuk menyeka dan mengeringkan badan setelah siraman
  • Dua setengah meter kain mori dipergunakan setelah selesai siraman.
  • Sebutir telur ayam kampung dibungkus plastik
  • Dua cengkir gading yang digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Dewi Wara Sembodro.
  • Busana Nyamping aneka ragam, dua meter lawe atau janur kuning
  • Baju dalam dan nampan untuk tempat kebaya dan tujuh nyamping, dan stagen diatur rapi.
  • Perlengkapan Kejawen kakung dengan satu pasang kain truntum. Calon ayah dan ibu berpakain komplet kejawen, calon ibu dengan rambut terurai dan tanpa perhiasan.
Selamatan/ Sesaji Tingkepan
  1. Tumpeng Robyong dengan kuluban, telur ayam rebus, ikan asin yang digoreng.
  2. Peyon atau pleret adonan kue/nogosari diberi warna-warni dibungkus plastik, kemudian dikukus.
  3. Satu Pasang Ayam bekakah (Ingkung panggang)
  4. Ketupat Lepet (Ketupat dibelah diisi bumbu)
  5. Bermacam-buah-buahan
  6. Jajan Pasar dan Pala Pendem (Ubi-ubian)
  7. Arang-arang kembang satu gelas ketan hitam goring sangan
  8. Bubur Putih satu piring
  9. Bubur Merah satu Piring
  10. Bubur Sengkala satu piring
  11. Bubur Procot/ Ketan Procot, ketan dikaru santan, setelah masak dibungkus dengan daun/janur kuning yang memanjang tidak boleh dipotong atau dibiting.
  12. Nasi Kuning ditaburi telur dadar, ikan teri goring, ayam,rempah
  13. Dawet Ayu (cendol, santan dengan gula jawa)
  14. Rujak Manis terdiri dari tujuh macam buah.
Perlengkapan selamatan Tingkepan diatas, dibacakan doa untuk keselamatan seluruh keluarga. Kemudian dinikmati bersama tamu undangan dengan minum dawet ayu, sebagai penutup.
UPACARA SELAPANAN
Bila bayi sudah mencapai umur selapan atau 35 hari perlu juga diselamati. Bila kemampuan mengizinkan biasanya mendatangkan tamu dengan disertai keramaian misalnya klenengan, ketoprak, pentas wayang dan sebagainya.
Selamatan yang diperlukan adalah nasi tumpeng beserta sayur-sayuran, jenang merah putih, jajan pasar, telur ayam yang telah direbus secukupnya. Di dekat tempat tidur bayi diletakkan sesaji intuk-intuk. Intuk-intuk yaitu tumpeng kecil yang dibalut dengan daun pisang (Jawa: diconthongi), di puncaknya dicoblosi bawang merah, cabe merah (lombok abang). Di samping dan sekitarnya dihiasi dengan bermacam-macam warna bunga (sekar mancawarna).
Tumpeng berlubang atau bermata (bathok bolu), dilengkapi dengan telur ayam mentah, kemiri dan kluwak. Bayi yang telah berumur selapan atau 35 hari rambutnya dicukur, kukunya dipotong. Menurut kepercayaan, rambut cukuran pertama, potongan kuku pertama dan puser yang telah terlepas dijadikan satu, dicampur dengan kembang telon(tiga macam bunga) yang kemudian dibungkus menjadi satu. Bila bayi itu telah dewasa kelak isi bungkusan tadi ditelan bersama-sama dengan pisang mas. Hal tersebut bermanfaat untuk tulak balak artinya tidak akan terkena guna-guna dan terlepas dari segala macam bahaya.
UPACARA TEDAK SITEN
Apabila seorang anak sudah berumur tujuh lapan (7 x 35 hari) biasanya diadakan upacara tedak siten, yaitu upacara memperkenalkan anak untuk pertama kalinya pada tanah/bumi, dengan maksud anak tersebut mampu berdiri sendiri dalam menempuh kehidupan. Pada umumnya upacara dilangsungkan pada pagi hari di halaman rumah, perlengkapan yang perlu dipersiapkan :
  1. Sesaji selamatan yang terdiri dari : nasi tumpeng dengan sayur mayur, jenang (bubur) merah dan putih, jenang boro-boro, jajan pasar lengkap
  2. Juwadah (uli) tujuh macam warna yaitu merah, putih, hitam, kuning, biru, jambon (jingga), ungu.
  3. Sekar (bunga) setaman yang ditempatkan dalam bokor besar dan tanah.
  4. Tangga yang dibuat dari batang tebu merah hati.
  5. Sangkar ayam (kurungan ayam) yang dihiasi janur kuning atau kertas hias warna-warni.
  6. Padi, kapas, sekar telon (tiga macam bunga misalnya melati, mawar dan kenanga).
  7. Beras kuning, berbagai lembaran uang.
  8. Bermacam-macam barang berharga (seperti gelang, kalung, peniti dan lain-lain.
  9. Barang yang bermanfaat (misalnya buku, alat-alat tulis dan sebagainya) yang dimasukkan ke dalam Sangkar.
A. Pelaksanaan Upacara :
  1. Anak dibimbing berjalan (dititah) dengan kaki menginjak-injak juwadah yang berjumlah tujuh warna. Artinya agar kelak setelah dewasa selalu ingat tanah airnya.
  2. Kemudian anak tersebut dinaikkan ke tangga yang terbuat dari tebu wulung.. Artinya agar ia mendapat kehidupan sukses dan dinamis setahap demi setahap.
  3. Selanjutnya anak itu dimasukkan ke dalam kurungan ayam bila anak tidak mau masuk maka perlu di temani ibu atau pengasuhnya. Di dalam kurungan telah dimasukkan berisi padi, gelang, cincin, alat-alat tulis, kapas, wayang kulit dan mainan dan menanti sampai bayi tersebut mengambil. Benda yang pertama kali diambil sang bayi akan melambangkan kehidupannya kelak.
  4. Setelah anak itu mengambil salah satu benda misalnya gelang emas, pertanda kelak akan menjadi orang kaya, apabila mengambil alat-alat tulis pertanda akan menjadi pegawai kantor atau orang pandai.
  5. Setelah selesai, beras kuning dan bermacam-macam uang logam ditaburkan. Para undangan saling berebut uang merupakan tambahan acara yang meyemarakkan suasana.
  6. Kemudian anak dimandikan dengan air bunga setaman dengan maksud membawa nama harum keluarga di kemudian hari dan bertujuan agar ia dapat menjalani kehidupan yang bersih dan lurus.
  7. Setelah mandi, anak dikenakan pakaian baru yang bagus agar sedap dan menyenangkan orang tua dan para undangan.
  8. Setelah berpakaian anak didudukkan pada tikar, karpet atau lampit dan didekatkan pada barang-barang yang tadi diletakkan didalam kurungan.
  9. Agar anak mau mengambil barang-barang tadi maka bapak ibu anak itu memberi aba-aba dengan suara kur-kur seperti memanggil ayam disertai dengan ditaburi beras kuning dan uang logam serta barang berharga.
B. Makna perlengkapan yang dipakai :
  1. Tangga “tebu” arti dalam bahasa Jawa anteping kalbu ketetapan hati dalam mengejar cita-cita agar lekas tercapai.
  2. Juwadah tujuh macam warna agar dapat menanggulangi berbagai kesulitan.
  3. Kurungan ayam dimaksudkan agar anak dapat masuk ke dalam masyarakat luas dengan baik dan mematuhi segala peraturan dan adat istiadat setempat.

UPACARA ADAT NIKAHAN

  1. KRONOLOGIS
Kronologis ketemu jodoh pada orang Jawa dahulu ,biasanya melalui cara yang disebut :
1.      Babat alas artinya membuka hutan untuk merintis membuat lahan. Dalam hal babat alas ini orangtua pemuda merintis seorang congkok untuk mengetahui apakah si gadis sudah mempunyai calon atau belum. Istilah umumnya disebut nakokake artinya menanyakan.
2.      Kalau sang pemuda belum kenal dengan sang gadis, maka adanya upacara nontoni
Yaitu sang pemuda diajak keluarganya datang ke rumah sang gadis, pada saat pemuda pemuda itu diajak/ diberi kesempatan untuk nontoni sang gadis pilihan orang tuanya
3.      Bila cocok artinya saling setuju, kemudian disusul dengan upacara nglamar atau meminang. Dalam upacara nglamar, keluarga pihak sang pemuda menyerahkan barang kepada pihak sang gadis sebagai peningset yang terdiri dari pakaian lengkap, dalam bahasa Jawanya sandangan sapangadek.
4.      Menjelang hari perkawinan diadakan upacara srah-srahan atau asok tukon yaitu
pihak calon pengantin putra menyerahkan sejumlah hadiah perkawinan kepada keluarga pihak calon pengantin putri berupa hasil bumi, alat-alat rumah tangga, ternak dan kadang-kadang ditambah sejumlah uang.
5.      Kira-kira 7 hari (dulu 40 hari) sebelum hari pernikahan calon pengantin putri dipingit artinya tidak boleh keluar dari rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon suaminya. Selama masa pingitan calon pengantin putri membersihkan diri dengan mandi kramas dan badannya diberi lulur.
6.      Sehari atau dua hari sebelum upacara akad nikah di rumah orangtua calon pengantin putri membuat tratag dan menghias rumah. Kesibukan tersebut biasanya juga dinamakan upacara pasang tarub
7.      Upacara siraman yaitu memandikan calon pengantin putri dengan kembang telon yaitu bunga mawar, melati dan kenanga dan selanjutnya disusul dengan upacara ngerik. Upacara ngerik yaitu membersihkan bulu-bulu rambut yang terdapat di dahi, kuduk, tengkuk dan di pipi.
8.      Setelah upacara ngerik, maka pada malam hari diadakan upacara malam Midodareni. Calon pengantin putra datang ke rumah pengantin putri dan selanjutnya calon pengantin putra menjalani upacara nyantri.
9.      Pada pagi harinya atau sore harinya dilangsungkan upacara ijab kabul yaitu meresmikan kedua insan antara pria dan wanita yang memadu kasih telah sah menjadi suami istri.
10.  Sehabis upacara ijab kabul dilangsungkan upacara panggih atau temon yaitu pengantin putra dan pengantin putri ditemukan yang berakhir duduk bersanding di pelaminan.
11.  Lima hari setelah akad nikah dan upacara panggih diadakan upacara sepasaran pengantin atau ngunduh mantu apabila disertai dengan pesta.
  1. RANGKAIAN UPACARA ADAT PENGANTIN JAWA
         Rangkaian upacara adat pengantin Jawa secara kronologis diuraikan dari awal sampai akhir sebagai berikut :
1.      Upacara siraman pengantin putra-putri
2.      Upacara malam midodareni
3.      Upacara akad nikah / ijab kabul
4.      Upacara panggih / temu
5.      Upacara resepsi
6.      Upacara sesudah pernikahan
Makna rangkaian upacara tersebut secara perinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.            Upacara Siraman Pengantin Putra-putri
Upacara siraman ini dilangsungkan sehari sebelum akad nikah (ijab kabul). Akad nikah dilangsungkan secara/menurut agama masing-masing dan hal ini tidak mempengaruhi jalannya upacara adat. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan pada upacara siraman adalah :
a)            Siraman Pengantin Putri
• Pengantin putri pada upacara siraman sebaiknya mengenakan kain dengan motif Grompol yang dirangkapi dengan kain mori putih bersih sepanjang dua meter dan pengantin putri rambutnya terurai.
• Yang bertugas menyiram pengantin putri adalah : Bapak dan Ibu pengantin putri, disusul Bapak dan Ibu pengantin putra, diteruskan oleh orang-orang tua serta keluarga yang dianggap telah pantas sebagai teladan. Siraman ini dilanjutkan dan diakhiri juru rias dan paling akhir adalah dilakukan oleh pengantin sendiri, sebaiknya pergunakan air hangat agar pengantin yang disirami tidak masuk angin.
b)            Siraman Pengantin Putra
Urut-urutan upacara siraman pengantin putra adalah sama seperti sirama pengantin putri hanya yang menyiram pertama adalah Bapak pengantin putra.
Setelah upacara siraman pengantin selesai, maka pengantin putra ke tempat pemondokan yang tidak jauh dari tempat kediaman pengantin putri. Dalam hal ini pengantin putra belum diizinkan tinggal serumah dengan pengantin putri. Sedangkan pengantin putri setelah siraman berganti busana dengan busana kerik, yaitu pengantin putri akan dipotong rambut bagian depan pada dahi secara merata.
2.            Upacara Midodareni
         Dalam upacara midodareni pengantin putri mengenakan busana polos artinya dilarang mengenakan perhiasan apa-pun kecuali cincin kawin. Dalam malam midodareni itulah baru dapat dikatakan pengantin dan sebelumnya disebut calon pengantin. Pada malam itu pengantin putra datang ke rumah pengantin putri. Untuk model Yogyakarta pengantin putra mengenakan busana kasatrian yaitu baju surjan,blangkon model Yogyakarta, kalung korset, mengenakan keris, sedangkan model Surakarta, pengantin putra mengenakan busana Pangeran yaitu mengenakan jas beskap, kalung korset dan mengenakan keris pula. Untuk mempermudah maka pengantin putra pada waktu malam midodareni boleh juga mengenakan jas lengkap dengan mengenakan dasi asal jangan dasi kupu-kupu. Kira-kira pukul 19:00, pengantin putra datang ke rumah pengantin putri untuk berkenalan dengan keluarga dan rekan-rekan pengantin putri. Setibanya pengantin putra, maka terus diserahkan kepada Bapak dan Ibu pengantin putri. Setelah penyerahan diterima pengantin putra diantarkan ke pondok yang telah disediakan yang jaraknya tidak begitu berjauhan dengan rumah pengantin putri. Pondokan telah disediakan makanan dan minuman sekedarnya dan setelah makan dan minum ala kadarnya maka pengantin putra menuju ke tempat pengantin putri untuk menemui para tamu secukupnya kemudia pengantin putra kembali ke pondokan untuk beristirahat. Jadi jangan sampai jauh malam, karena menjaga kondisi fisik seterusnya. Jadi kira-kira pukul 22:00 harus sudah kembali ke pondokan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian sepenuhnya agar jangan sampai pengantin menjadi sangat lelah karena kurang tidur. Setelah upacara malam midodareni ini masih disusul dengan upacara-upacara lainnya yang kesemuanya itu cukup melelahkan kedua pengantin.
         Pada malam midodareni pengantin putri tetap di dalam kamar pengantin dan setelah pukul 24:00 baru diperbolehkan tidur. Pada malam midodareni ini para tamu biasanya berpasangan suami istri. Keadaan malam midodareni harus cukup tenang dan suasana khidmat, tidak terdengar percakapan-percakapan yang terlalu keras.
         Para tamu bercakap-cakap dengan tamu lain yang berdekatan saja. Pada pukul 22:00 - 24:00 para tamu diberikan hidangan makan dan sedapat mungkin nasi dengan lauk-pauk opor ayam dan telur ayam kampung, ditambah dengan lalapan daun kemangi.
               Perlengkapan yang diperlukan untuk upacara panggih :
Ø  Empat sindur untuk dipakai oleh kedua belah orang tua
Ø  Empat meter kain mori putih yang dibagi menjadi dua bagian masing-masing dua meter
Ø  Dua lembar tikar yang akan dipergunakan untuk duduk pengantin putri pada waktu di rias
Ø  Dua buah kendhi untuk siraman pengantin putra-putri
Ø  Dua butir kelapa gading yang masih utuh dan masih pada tangkainya
Ø  Sebutir telur ayam kampung yang masih mentah dan baru
Ø  Sebungkus bunga setaman
Ø  Satu buah baskom / pengaron yang telah ada air serta gayungnya untuk upacara membasuh kaki pengantin putra
Ø  Dua helai kain sindur dengan bentuk segi empat digunakan pada upacara tanpa kaya atau kantongan yang terbuat dari kain apa saja.
Ø  Daham klimah yaitu upacara makan bersama-sama (dulangan) atau suap-suapan pengantin putri menyuapi pengantin putra dan sebaliknya
Ø  Dahar klimah, pada upacara dahar klimah makanan yang perlu disiapkan adalah : nasi kuning ditaburi bawang merah yang telah digoreng dan opor ayam. Pada upacara tanpa kaya yang perlu disediakan ialah : kantongan yang berisi uang logam, beras, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, jagung dan lain-lain.
3.            Upacara Akad Nikah
         Upacara akad nikah dilaksanakan menurut agamanya masing-masing. Dalam hal ini tidak mempengaruhi jalannya upacara selanjutnya. Bagi pemeluk agama Islam akad nikah dapat dilangsungkan di masjid atau mendatangkan Penghulu. Setelah akad nikah diberikan petunjuk sebagai berikut : Setelah upacara akad nikah selesai,pengantin putra tetap menunggu di luar untuk upacara selanjutnya. Yang perlu mendapatkan perhatian ialah selama upacara akad nikah pengantin putra boleh mengenakan keris (keris harus dicabut terlebih dahulu) dan kain yang dopakai oleh kedua pengantin tidak boleh bermotif hewan begitu pula blangkon yang dipakai pengantin putra. Bagi pemeluk agama Katholik atau Kristen akad nikah dilangsungkan di gereja. Untuk pemeluk agama Katholik dinamakan menerima Sakramen Ijab, baik agama Islam maupun Katholik atau Kristen pelaksanaan akad nikah harus didahulukan dan setelah selesai Ijab Kabul barulah upacara adat dapat dilangsungkan.
4.            Upacara Panggih
Bagian I
Upacara balangan sedah / lempar sirih yaitu pengantin putra dan pengantin putri saling melempar sirih, setelah itu disusul dengan berjabat tangan tanda saling mengenal.
Bagian II
Upacara Wiji Dadi
Sebelum pengantin putra menginjak telur, pengantin putri membasuh terlebih dahulu kedua kaki pengantin putra.
Bagian III
Upacara sindur binayang yaitu pasangan pengantin berjalan dibelakang ayah pengantin putri, sedangkan ibu pengantin putri dibelakangnya pengantin tersebut. Hal ini mempunyai makna Bapak selalu membimbing putra-putrinya menuju kebahagiaan, sedangkan Ibu memberikan dorongan “tut wuri handayani”
Bagian IV
Timbang (Pangkon) dan disusul upacara tanem
Upacara tanem yaitu Bapak pengantin putri mempersilahkan duduk kedua pengantin di pelaminan yang bermakna bahwa Bapak telah merestui dan mengesahkan kedua pengantin menjadi suami istri.
Bagian V
Upacara tukar kalpika yang disebut juga tukar cincin yaitu memindahkan dari jari manis kiri ke jari manis kanan dan dilaksanakan saling memindahkan. Hal ini mempunyai makna bahwa suami istri telah memadu kasih sayang untuk mencapai hidup bahagia sepanjang hidup.
Bagian VI
Kacar-kucur (tanpa kaya)
Upacara kacar-kucur atau disebut guna kaya yang bermakna bahwa hasil jerih payah sang suami diperuntukkan kepada sang istri untuk kebutuhan keluarga.
Bagian VII
Kembul Dhahar “ Sekul Walimah “
Upacara kembul dhahar yaitu kedua pengantin saling suap-suapan secara lahap. Hal ini bermakna bahwa hasil jerih payah dan rejeki yang diterimanya adalah berkat Rahmat Tuhan dan untuk mencukupi keluarganya. Segala suka dan duka harus dipikul bersama-sama.
Bagian VIII
Pengantin putra dengan sabar menunggu pengantin putri menghabiskan Dhaharan.Biasanya Ibu lebih sayang untuk membuang makanan. Hal ini bermakna agar Tuhan selalu memberikan rezeki dan selalu mensyukuri rezeki yang diterimanya.
Bagian IX
Upacara Mertuwi
Bapak dan Ibu pengantin putra datang dijemput oleh Bapak dan Ibu pengantin putri untuk menjenguk pengesahan perkawinan putrinya. Setelah dipersilahkan duduk oleh Bapak dan Ibu pengantin putri lalu dilangsungkan upacara sungkeman. Apabila Ayah atau Bapak pengantin putra telah meninggal dunia, maka sebagai gantinya yaitu kakak pengantin putra atau pamannya.
Bagian X
Upacara Sungkeman
Upacara sungkeman / Ngebekten yaitu kedua pengantin berlutut untuk menyembah kepada Bapak dan Ibu dari kedua pengantin. Dalam hal ini bermakna bahwa kedua pengantin tetap berbakti kepada Bapak / Ibu pengantin, serta mohon doa restu agar Tuhan selalu memberikan rahmatnya.
ARTI ISTILAH DAN MAKNANYA
1.            TARUB
         Kata benda yang menunjukan pengertian dari satu “ bangunan darurat “ yang khusus didirikan pada dan di sekitar rumah orang yang mempunyai hajat menyelenggarakan peralatan perkawinan / Ngunduh Temanten, dengan tujuan rasional dan irrasional.
         Rasional : Membuat tambahan ruang untuk tempat duduk tamu dan lain-lainnya
Irrasional : Karena pembuatan tarub menurut adat harus disertai dengan macam macam persyaratan khas yang disebut srana-srana / sesaji, maka yang demikian itu mempunyai tujuan “ keselamatan lahir batin “ dalam memangku-kerja-perkawinan itu dalam arti luas. Adapun Srana Tarub yang pokok disebut tuwuhan dengan maksud supaya berkembang di segala bidang bagi kedua mempelai terdiri dari :
a)           Sepasang pohon pisang-raja yang berbuah, maknanya secara singkat adalah :
·         Agar mempelai kelak menjadi pimpinan yang baik bagi keluarganya/ lingkungannya/bangsanya
·         Seperti pohon pisang dapat tumbuh dan hidup di mana saja maka diharapkan bahwa mempelai berdua pun dapat hidup dan menyesuaikan diri di lingkungan mana pun juga dan berhasil (berubah)
b)           Sepasang Tebu Wulung
         Tebu : antipening, kalbu = tekad yang bulat, Wulung : mulus = matang
         Maknanya, dari mempelai diharapkan agar segala sesuatu yang sudah dipikir matang-matang dikerjakan/dilaksanakan dengan tekad yang bulat, pantang mundur (“mulat sarira hangrasawani”)
c)           Dua janjang kelapa gading yang masih muda
         Kelapa gading           : Kelapa yang kulitnya kuning
         Kelapa muda                        : cengkir
         Maknanya, kencengin pikir = kemauan yang keras
         Dari mempelai diharapkan agar memiliki “kemauan yang keras” untuk dapat mencapai tujuan
d)           Daun : Beringin, Daun : Maja, Daun : Koro, Daun : Andong, Daun : Alang-alang, Daun : Apa-apa (daun dadap srep)
         Maknanya, diharapkan dari mempelai kelak dapat tumbuh seperti pohon beringin, menjadi pengayom lingkungannya dan agar semuanya dapat berjalan dengan selamat sentosa lahir batin (aja ana-sekoro-koro kalis alangan sawiji apa)
2.           SRANA/SESAJI TARUB
         Menunjukkan pengertian baik kata benda maupun kata kerja, yang berarti membuat/mempersiapkan semua persyaratan barang-barang baik yang berujud (materiil) maupun yang tidak berujud (spirituil) yang diperlukan untuk pelengkap syarat pembuatan tarub sesuai dan menurut kepercayaan dan pengertian tradisi/adat.
3.           NGUNDUH ATAU NGUNDUH TEMANTEN
         Kata-kata Ngunduh = memetik yang dilakukan khusus oleh orang tua dari mempelai lelaki, yang berarti mendatangkan mempelai berdua di rumah orang tua mempelai lelaki, biasanya setelah 5 hari anaknya lelaki itu berada di rumah mertuanya sejak hari dilangsungkan perkawinannya, untuk secara bergantian dirayakan di rumah orang tuanya sendiri (orang tua mempelai lelaki) dengan maksud untuk memperkenalkan mempelai kepada keluarganya dan handai taulan.
4.           SRANA NGUNDUH
         Idem dengan No.2 di atas, untuk ucapan “ Ngunduh Tematen “
5.           PETANEN ATAU KROBONGAN
         Kata benda petanen atau krobongan yakni kamar tengah dari dalem = bangunan rumah yang dibelakang. Bangunan rumah yang didepan namanya Pendapa
         Kamar tengah yang disebut petanen ini biasanya selalu dihiasi atau bahasa Jawa di robyong. Tempat yang dirobyong itu lalu disebut Krobongan . Petanen atau juga disebut krobongan ini adalah kamar yang disediakan untuk DEWI SRI yaitu dewinya pertanian (Jawa = petanen)
Dalam upacara perkawinan, maka setelah temu atau panggih, kedua mempelai lalu duduk di muka petanen ini. Disitulah dilakukan ucapan-ucapan kelanjutannya, misalnya: nimbang, kacar-kucur atau sungkem dan lain-lainnya. Sesuai dengan perkembangannya sekarang krobongan disebut pelaminan yang bentuknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
6.           KEMBAR MAYANG
         Terdiri dari 2 kata,
         Kembar : dua benda yang sama bentuknya dan ukurannya
         Mayang : bunga pohon pinang
         Jadi artinya, sepasang benda yang dirangkai dalam bentuk tertentu dengan bunga pinang guna keperluan mempelai. Akan tetapi arti sebenarnya dimaksudkan disini melambangkan suatu “pohon hayat” dalam bentuk sekaligus berfungsi sebagai dekorasi.
7.           TEMANTEN ATAU PENGANTIN
         Artinya Mempelai
8.           PRABOT TEMANTEN
         Segala sesuatu yang perlu bagi seorang temanten, terutama sekali mengenai pakaian tradisional temanten menurut adat.
9.           “ PINISEPUH “ PUTRI
         Dalam arti sempit :
         Ahli waris wanita yang dekat hubungannya dengan keluarga dan yang kedudukannya dalam lingkungan keluarga itu lebih tua dari sang mempelai, misalnya :
*           Dari garis lurus ke atas (adscendenten) Ibu, nenek putri, eyang buyut dan seterusnya
*           Dari garis samping Kakak perempuan, bibi (tante, oudtante) dan seterusnya.
         Dalam arti luas :
|   Yang disebut di atas + wanita-wanita lain yang tua usianya dan sangat akrab hubungannya dengan keluarga yang bersangkutan (bahasa Jawa disebut Kewula-keraga)
10.        “ PINISEPUH “ KAKUNG
         Idem dengan No.9 diatas tetapi untuk pengertian lelaki
11.        NGANTHI
         Kata kerja Nganthi berarti membimbing fisik = mendampingi dan memegangi tangan dari sang mempelai
12.        SINDUR
         Semacam selendang yang warnanya merah bertepikan putih, melambangkan persatuan dari unsur bapak dan unsur ibu. Sindur ini dalam upacara perkawinan :
a)            Dipakai sebagai ikat pinggang oleh orang tua (bapak dan ibu) yang menyelenggarakan peralatan mantu.
b)            Dipakai sebagai salah satu sarana dalam upacara perkawinan yaitu setelah mempelai bergandengan tangan (Jawa : kanthen) berjalan menuju ke tempat duduk pengantin, maka salah seorang pinisepuh putri (biasanya ibunda mempelai) mengikuti berjalan dekat di belakang mempelai berdua sambil menyelimutkan sehelai sindur sebagai lambang persatu paduan jiwa raga suami istri yang abadi.
c)            Sindur diartikan kependekan dari sin = isin/malu, Ndur = mundur (malu untuk mundur)
Bahwa tujuan perkawinan antara lain adalah untuk meneruskan kehidupan generasi melalui pembangunan keluarga sejahtera.
         Segala rintangan/hambatan tidak akan melemahkan keyakinan dirinya terhadap apa yang harus diperjuangkan dalam usaha membangun suatu keluarga sejahtera, terlebih-lebih dengan disertai do’a restu orang tua kedua pengantin, maka apapun yang akan dihadapinya akan terus diperjuangkan sampai terwujudnya harapan serta cita-citanya tersebut.
13.        NGABAKTEN / SUNGKEM
         Suatu kewajiban moral tradisional bagi sang mempelai untuk secara fisik menunjukkan/menyatakan bakti dan hormatnya lahir batin kepada orang tua dan para pinisepuhnya dengan gerakan tertentu, seraya mohon do’a restu dan mendapat ridho dari Tuhan agar selalu mendapatkan bimbingan dan petunjuk di dalam membangun keluarga dan berguna bagi Nusa dan Bangsa.
         Pada saat akan sungkem kedua pengantin melepas selop dan keris yang dikenakan pengantin pria. Hal ini dimaksudkan bahwa kedua mempelai dengan sepenuh hati telah siap akan bersujud kepada orang tua pengantin dan pinisepuh
14.        GANTI BUSANA
         Upacara mempelai untuk sementara waktu meninggalkan tempat duduknya berjalan menuju kamar rias untuk ganti pakaian dengan diiringi oleh beberapa orang pinisepuh, saudara-saudaranya (laki-laki dan perempuan) dan lain-lain anggota keluarga terdekat yang ditunjuk.
15.        BESAN
         Sebutan yang dipakai untuk menunjukkan hubungan kekeluargaan antara orang tua dari mempelai lelaki dan orang tua dari mempelai wanita.
16.        MERTUA
         Sebutan yang dipakai untuk menunjukkan hubungan kekeluargaan bagi mempelai lelaki terhadap orang tua dari mempelai wanita dan bagi mempelai wanita terhadap orang tua dari mempelai lelaki (parent in laws)
17.        AMONG TAMU
         Tugas khusus untuk menerima dan mengantar para tamu ke tempat duduknya, menurut ketentuan protokol.
18.        GAMELAN
         Seperangkat (unit dari salah satu macam alat-musik Indonesia) disiapkan untuk lebih menyemarakkan suasana
19.        KERIS
         Suatu benda semacam senjata-tajam yang mempunyai bentuk khusus dan dianggap keramat berfungsi antara lain sebagai salah satu perabot dari pada pakaian kebesaran secara adat Jawa.
20.        PAKAIAN SIKEPAN CEKAK / ALIT
         Salah satu model pakaian pengantin yang dipakai setelah kembali dari ganti menuju ketempat duduknya. Model ini yang biasa digunakan oleh para pangeran saat upacara2 kebesaran.
21.        DIJEJERKAN
         Diatur agar mempelai berdua berdiri berjajar.
22.        PAMITAN
         Para tamu mohon diri kepada orang tua kedua mempelai untuk pulang kembali ke tempat masing-masing.
23.        NANDUR
         Gerakan dari orang tua laki-laki untuk mendudukan kedua pengantin di pelaminan dengan menekankan tangan di pundak pengantin pria dan wanita yang dapat diartikan bahwa setiap orang tua dengan kasih sayangnya tetap akan selalu memberikan petunjuk2 dan pengarahan yang benar dengan harapan hendaknya segala sesuatu yang dilaksanakan selalu didasari budi yang baik dan luhur.
         Nandur = menanam
         Dimaksukdkan bahwa akan tumbuh hidup subur dan dari kesuburan tersebut dihasilkan buah yang bagus dan berguna.
24.        IMBAL WICARA
         Dialog/percakapan yang dilaksanakan pada saat serah terima kedua pengantin dari orang tua pengantin putri kepada orang tua pengantin putra
25.        BOMBYOK KERIS / KOLONG KERIS
         Suatu kelengkapan busana kebesaran bagi pengantin yang terdiri dari untaian / rangkaian bunga dan mawar dengan warna putih dan merah yang artinya sama dengan arti sindur
26.        OMBYONG
         Sebutan bagi rombongan pengiring pengantin yang biasanya terdiri dari para keluarga terdekat pengantin pria/wanita yang telah ditentukan
27.        NGARAK TEMANTEN
         Kata kerja “ngarak” berarti membimbing secara bersama-sama dalam bentuk rombongan
28.        MENGAPIT
         Dapat diartikan mendampingi di sebelah kanan dan kiri yang dapat dilakukan dalam posisi duduk, berdiri atau berjalan
29.        BUCALAN = BUANGAN
         Kata benda dari sesaji yang akan ditempatkan / dibuang di tempat-tempat tertentu (route perjalanan dan kompleks penyajiannya telah diuraikan di depan / skenario)
         Kata kerja dari pelaksanaan penyajian sesaji bucalan gecok mentah dengan maksud mengharapkan partisipasi dari para bahu rekso (makhluk yang tidak kelihatan) maupun yang kelihatan, untuk menjaga jalan-jalan yang akan dilalui pengantin dan juga ditempat-tempat yang akan dipakai tempat upacara/perhelatan dan diminta supaya tidak mengganggu pengantin sekalian, beserta orang tuanya, keluarganya, pengiringnya, tamu-tamunya, para panitia dan pembantunya dan lain-lain. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan hajat Ngunduh Temanten tersebut selamat hingga upacara selesai dengan paripurna khususnya kepada pengantin sekalian diberikan rakhmat, sejahtera dan bahagia lahir batin
30.        SIRAMAN
         Menunjukkan pengertian kata benda dari kata “siram” yang berarti suatu perbuatan tradisional mandi bagi setiap orang calon mempelai wanita maupun pria menjelang akad nikah.
Untuk keperluan ini diperlukan pula syarat-syarat atau sesaji-sesaji yang disebut “sirna siraman” yang ujudnya sesuai dengan uraian pada skenario.
         Upacara siraman (mandi mempelai) ini dipimpin dan dilakukan/dibantu oleh para ahli waris terdekat yang sudah tua usianya baik dari garis bapak maupun dari garis ibu (sesuai masyarakat adat yang bersifat ke bapak ibuan = perenteel)
31.        PAES
         Menunjukkan kata benda dari kata kerja maesi, yang berarti merias dahi calon mempelai wanita oleh seorang wanita ahli dalam tugas ini, agar wajah si calon mempelai wanita terlihat lebih cantik lagi mirip gambaran wajah seorang bidadari.
32.        KEMBANG SETAMAN
         Beberapa macam bunga yang dicampur satu dalam sebuah tempat/wadah yang berisi air tawar
1.      Pasang Tarup
Pada umumnya bangunan rumah yang tidak besar (tidak luas), tidak dapat menampung jumlah tamu yang banyak, oleh karena itu dibuat bangunan tambahan. Agar suasana perjamuan tampak indah, serasi dan semarak, bangunan tambahan tersebut dihias dengan gaba-gaba, berupa janur (daun kelapa yang masih muda), pelisir pare-anom (hijau kuning) atau gula-kelapa (merah putih) dan sebagainya. Pemasangan bangunan tambahan, gaba-gaba beserta ragam hiasnya tersebut disebut tarup. Pasang tarup merupakan awal kegiatan peralatan mantu. Berbarengan dengan tarup tersebut disertakan upacara selamatan (wilujengan) yang berisi doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Rasulullah dan para leluhur, agar perhelatan perkawinan dapat berjalan dengan lancar dan selamat sehingga tercapai apa yang diharapkan.Hal yang disiapkan adalah selamatan rasulan, nasi asahan, nasi golong, ketan, kolak dan apem.
2.      Upacara Buangan (Bucalan, Jawa)
Pengadaan sesaji untuk roh halus (yang baik maupun yang tidak baik) agar menjaga segala penjuru bumi, sumber air, kekayuan besar dan lain sebagainya, sehingga tidak ada yang mengganggu bahkan diharapkan membantu. Macam buangannya adalah pecok bakal dan gecok mentah.
3.      Menyiagakan Beras Di Pedaringan
Bapak dan ibu yang akan mengadakan mantu agar menyiagakan beras menyiapkan diri dengan berpakaian Jawa. Ibu mengenakan kain tuluh watu dan kebaya lurik. Ibu menggendong bakul (tenggok) berisi beras, sedangkan bapak mendampinginya. Keduanya masuk ke dalam rumah terus menuju ke pedaringan (tempat menyimpan beras keluarga) untuk memasukkan beras (nyinggahaken wos = memasukkan atau menyiagakan beras yang akan digunakan untuk keperluan mantu).
4.      Upacara Tanak Nasi
Ibu dengan dibantu bapak, mengambil beras dari pedaringan terus dibawa ke sumur. Bapak mengambilkan air. Ibu mencuci beras (mususi). Beras dibawa ke dapur. Bapak menyalakan api dapur. Ibu memasukkan beras ke dalam kukusan (kerucut nasi). Itulah upacara menanak nasi. Setelah itu kegiatan menanak nasi dilanjutkan orang lain.
5.      Pasang Tuwuhan
Pemasangan tuwuhan (tumbuhan) mengandung maksud agar kedua mempelai di kemudian hari dapat dikaruniai tuwuh (keturunan) yang baik, yakni manusia utama.
a.       Tempat Pemasangan
Tuwuhan dipasang di muka rumah dan di pintu kamar mandi tempat bermandi pengantin (siraman).
b.      Jenis Tetumbuhan
Diambilkan dari tetumbuhan yang dipandang mempunyai nilai atau arti yang baik, antara lain:
      Setandan pisang suluhan, lengkap dedngan batangnya (suluh=matang di batang, tidak diperam). Dipasang di muka pintu rumah tempat menyelenggarakan perhelatan. Hal ini bermaksud, mudah-mudahan bagi yang punya kerja dapat memiliki hati yang terang dan roman yang cerah.
      Cengkir gading (kelapa muda warna gading/kuning), menunjukkan pikiran yang cerah penuh kemantaban.
      Tebu wulung batangan, melambangkan jiwa yang disertai keteguhan pendirian.
      Daun keluwih seikat, mudah-mudahan penyelenggaraan perhelatan tidak kekukrangan suatu apa, ,bahkan diharapkan serba lebih.
      Daun ilalang, semoga tidak ada hambatan atau halangan suatu apa.
      Daun apa-apa, agar terhindar dari kesukaran atau gangguan yang berupa apapun juga.
      Padi seikat, bersama.
      Dahan dan bunga (bungkah buah kapas), semoga selalu sejahtera lahir batin, cukup sandang cukup pangan.
      Ranting dan daun beringin, semoga selalu mendapatkan perlindungan (pangayoman).
      Pengaron berisi kembang setaman, ditempatkan di bawah tuwuhan. Itu sebagai suatu penghormatan terhadap Dewa penjaga wisma dan Dewi Sri (pengaron = keramik sebangsa kuali terbuat dari tanah).

UPACARA ADAT MATI/WAFAT
Demikian, sepasang pengantin itu akan mempunyai anak, menjadi dewasa, kemudian mempunyai cucu dan meninggal dunia. Yang menarik tapi mengundang kontraversi, adalah saat manusia mati. Sebab bagi orang Jawa yang masih tebal kejawaannya, orang meninggal selalu didandani berpakaian lengkap dengan kerisnya (ini sulit diterima bagi orang yang mendalam keislamannya), juga bandosa (alat pemikul mayat dari kayu) yang digunakan secara permanen, lalu terbela (peti mayat yang dikubur bersama-sama dengan mayatnya).
Sebelum mayat diberangkatkan ke alat pengangkut (mobil misalnya), terlebih dahulu dilakukan brobosan (jalan sambil jongkok melewati bawah mayat) dari keluarga tertua sampai dengan termuda.
Sedangkan meskipun slametan orang mati, mulai geblak (waktu matinya), pendak siji (setahun pertama), pendak loro (tahun kedua) sampai dengan nyewu (seribu hari/3 tahun) macamnya sama saja, yaitu sego-asahan dan segowuduk, tapi saat nyewu biasanya ditambah dengan memotong kambing untuk disate dan gule.
Nyewu dianggap slametan terakhir dengan nyawa/roh seseorang yang wafat sejauh-jauhnya dan menurut kepercayaan, nyawa itu hanya akan datang menjenguk keluarga pada setiap malam takbiran, dan rumah dibersihkan agar nyawa nenek moyang atau orang tuanya yang telah mendahului ke alam baka akan merasa senang melihat kehidupan keturunannya bahagia dan teratur rapi. Itulah, mengapa orang Jawa begitu giat memperbaiki dan membersihkan rumah menjelang hari Idul fitri yang dalam bahasa Jawanya Bakdan atau Lebaran dari kata pokok bubar yang berarti selesai berpuasanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar